Sabtu, 05 November 2016

Digital musik

Media Baru dan Peluang Counter-Hegemony
atas Dominasi Logika Industri Musik

I. Pendahuluan

A. Latar belakang

Hampir dipastikan semua orang di dunia dan kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk kebudayaan berupa musik. Musik telah memasuki kehidupan sehari hari manusia Sebagai bentuk kebudayaan yang berkembang dan tumbuh di dalam setiap kelompok masyarakat, yang akhirnya menjadikan musik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

B. Perumusan masalah

kebutuhan akan hiburan dalam bentuk musik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap orang. Oleh karena itu industri mulai mencoba mengamankan investasi yang telah diberikan dalam mengembangkan industri musik dengan perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Upaya pencegahan pembajakan terus dilakukan terutama oleh negara-negara yang memiliki kepentingan dan memiliki industri berbasis hak cipta yang sangat tinggi sebagai andalan pendapatan maupun ekspor negara.

C.  Tujuan penelitian

 Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui relasi antara peluang counter-hegemony dengan dominasi logika industri musik. Perspektif ekonomi politik dan budaya industri digunakan dalam melakukan penelitian ini. Sebagai penelitian kualitatif kritis, digunakan metode studi kasus dengan cara observasi dan studi dokumentasi. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Netlabel dapat dikategorikan sebagai counter-hegemony yang berhubungan dengan dominasi logika industri musik. Sebagai counter-hegemony, Netlabel didukung oleh pengaruh fenomena pertumbuhan internet dan media baru.
II. Landasan Teori

Dengan logika industri, seperti yang diungkap oleh Adorno (dalam Storey, 1994), mereka yang akan masuk ke dalam dunia hiburan yakni musik, diprediksi akan dan harus mengikuti logika yang ditawarkan oleh industri tersebut. Proses-proses produksi, distribusi hingga konsumsi musik konvensional yang selama ini secara makro dalam perspektif ekonomi politik mengarahkan pada pendulangan keuntungan yang berlebih untuk industri, dan jika dilihat dari perspektif Adorno pada akhirnya memang hanya menguntungkan pihak-pihak yang bermain dengan prinsip kapitalisnya.

Penelitian Smiers dan Schijndel (2012:13) menunjukkan ada banyak alasan untuk mengatakan bahwa sebenarnya hubungan antara penghasilan dan hak cipta sangat tidak relevan bagi sebagian besar seniman. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa dari seluruh pendapatan yang berasal dari hak cipta dan hak-hak sejenisnya, 10% diterima oleh 90% dari keseluruhan jumlah seniman dan 90% sisanya diperoleh oleh 10% seniman. 

Ketertundukan dan kepatuhan terhadap selera dalam proses penciptaan dan konsumsi musik inilah yang akhirnya menjadikan seolah-olah sistem ini adalah sistem yang sudah benar dan telah menjadi konsensus bersama. Praktik inilah yang disebut telah terjadi hegemoni dalam industri musik.

Hegemoni

Hegemoni sendiri merupakan sebuah keniscayaan ketika industri budaya telah begitu kuat, akhirnya menghasilkan produk-produk yang dianggap memiliki standar ‘baik’ oleh konsumen. Dengan standarisasi yang dibentuk oleh industri budaya, hasil-hasil dari industri budaya dapat dikatakan menghegemoni masyarakat karena masyarakat sudah mengakui dan tunduk terhadap selera pasar yang sudah dibentuk oleh industri

Counter-Hegemony

Gramsci percaya masih ada jalan dengan melakukan counter-hegemony terhadap budaya yang ditanamkan oleh kapitalis. Menciptakan hegemoni baru, berlawanan dengan apa yang dilakukan kaum kapitalis hanya dapat diraih dengan mengubah kesadaran, pola berpikir dan pemahaman masyarakat, ‘konsepsi mereka tentang dunia’, serta norma perilaku moral mereka. Hal ini dapat dipahami, karena dalam pemikiran Gramsci hegemoni bukanlah sesuatu yang stabil dan membutuhkan perjuangan secara terus menerus untuk memper tahankannya, sehingga peluang untuk menumbangkan kekuatan hegemoni tetap dapat dimungkinkan

Hak Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Legitimasi Industri Budaya


Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) pada pengertian awalnya mencakup dua konsep besar yaitu konsep hak cipta (copyright) dan hak paten (patent) yang diatur secara terpisah, tetapi keduanya merupakan bagian dari HAKI bersama dengan beberapa peraturan lain, misalnya rahasia dagang, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, indikasi geografi s, dan merek (Haryanto, 2002:7) sebagaimana dapat digambarkan dalam gambar 1 berikut ini.
Hak cipta sebagai bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual selama ini dianggap oleh beberapa kritikus merupakan bentuk represi yang akhirnya menghegemoni baik bagi pencipta maupun konsumen suatu produk. Hak cipta bagaimanapun menjadi pegangan legitimasi hukum bagi industri yang akan melanggengkan industri dengan dalih memberikan hak yang pantas bagi pencipta. Seperti yang diungkapkan oleh Smiers dan Schijndel (2012:2) bahwa terdapat beberapa aspek yang menjadi prinsip dasar bagi hak cipta itu sendiri.

III. Hasil penelitian

Ada beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kematian industri kreatif ini. Di antaranya adalah era musik digital sebagai anak dari kemajuan teknologi informasi dan masalah pembajakan.

Berkembangnya internet mempengaruhi pola konsumsi musik di seluruh belahan dunia. Musik kini dapat dengan mudah diunduh dan juga dibagikan seturut perkembangan pemrograman dan juga kecepatan transfer data dari internet. Ditemukannya Napster cukup memicu situs-situs berbagi lainnya, di mana file musik yang sudah masuk pada bentuk digital (umumnya berformat MP3) dapat dengan mudah dibagikan. Begitu pula dengan berkembangnya berbagai situs penyedia online storage atau situs untuk mengunggah dan mengunduh fi le yang menjamur di internet menjadikan transaksi file semakin mudah. Dari sini dapat terlihat bahwa peluang untuk meluruhnya hegemoni sistem dan selera musik oleh industri yang dikuasai perusahaan-perusahaan rekaman besar semakin terbuka.

IV. KESIMPULAN

Perkembangan teknologi internet yang pada dasarnya bersifat sosial karena sifatnya yang berjejaring membuat peluang untuk proses kreasi dan distribusi suatu karya musik menjadi lebih mudah. Biaya yang semakin murah, kecepatan akses yang semakin tinggi dan perangkat lunak yang mudah didapatkan melalui medium internet menjadikan musisi semakin mudah untuk berkreasi dan mengenalkan karya mereka ke khalayak.

Netlabel merupakan salah satu bentuk sistem pendistribusian yang merupakan implikasi dari perkembangan teknologi media baru (internet) dengan basis prinsip untuk berbagi. Akhirnya, hegemoni industri musik yang selama ini mengatasnamakan kreativitas seniman yang sebenarnya menjadikan kreativitas sebagai komoditas jualan dapat terguncang dengan adanya bentuk-bentuk alternatif sistem yang lain.



DAFTAR PUSTAKA
Adorno, Theodor W. 1991. The Culture Industry: Selected Essays on Mass Culture. London:
Routledge. Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. 2000. Handbook
of Qualitative Research, Second Edition.
London: Sage Publications. Dominick, Joseph R. 2009. The Dynamics of Mass
Communication, 10
th ed. New York: McGrawHill.
Goldstein, Paul. 1997. Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Haryanto, Ignatius. 2002. Penghisapan Rezim HAKI: Tinjauan Ekonomi Politik Terhadap
Hak Atas Kekayaan Intelektual. Yogyakarta: debt-Watch Indonesia dan Kreasi Wacana.
Indonesian Netaudio User Manual, 2012. Katalog Indonesian Netaudio Festival 1.
International Intellectual Property Alliance (IIPA). 2011. Copyright Industries in the U.S.
Economy: The 2011 Report , November. Lessig, Lawrence. 2011. Budaya Bebas: Bagaimana
Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum Alexander Beny Pramudyanto. Media Baru dan ...

 Yogyakarta: KUNCI Cultural
Studies Center. McQuail, Denis. 2002. McQuail’s Reader in
mass Communcation Theory. London: Sage Publications.
Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal.
London: Sage Publications.
Neuman, W. Lawrence. 2007. The Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative
Approach, 2
nd Edition. Allyn & Bacon, Inc.
Parks, L dan Kumar, S. 2003. Planet TV, A Global Television Reader. New York: New York University Press.
Patton, M.Q. 2002. Qualitative Research & Ecaluation Methods, Third Edition. London:
Sage Publications. Pawito, Ph.D. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika:Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.Yogyakarta: Jalasutra.
Simon, Roger. 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist dan Pustaka
Pelajar. Smiers, Joost., Marieke can Schijndel. 2012. Dunia Tanpa Hak Cipta. Yogakarta: InsistPress.
Strinati, Dominic. 1995. An Introduction toTheories of Popular Culture, 2nd Ed. London:
Routledge.Vivian, John.2008.The Media of Mass Communication
– 8
th Ed. USA: Allyn and Bacon.

Jumat, 14 Oktober 2016

TUGAS SOFTSKILL



Prinsip Kerja Sistem Penerima Televisi
Televisi merupakan alat elektronika yang sangat akrab dengan kita. Musik, film, gosip, dan berbagai berita dapat kita lihat dengan tampilan gambar yang menarik. Bagaimana cara kerja televisi sehingga kita bisa melihat acara-acara yang kitai sukai mirip dengan aslinya?

Televisi bekerja dengan cara menerima gelombang elektromagnetik dan merubahnya menjadi energi akustik dan cahaya yang bisa kita dengar dan lihat.

Layar televisi menampilkan gambar yang berasal dari ribuan titik-titik kecil (pixel) yang ditembak dengan elektron yang berenergi tinggi. Pixel warna(merah, hijau, biru) inilah yang dikombinasikan dan ditampilkan di layar komputer dalam bentuk gambar seperti yang kita lihat.

Cara kerja televisi
Agar dapat bekerja dan menampilkan gambar dari stasiun TV favoritmu, televisi terdiri dari bagian-bagian yang saling menunjang agar bisa berfungsi. Secara garis besarnya bagian-bagian televisi berupa Antena, Catu daya (power), Tunner, Rangkain detektor video, Rangkain penguat video, dan Rangkain Audio.
prinsip kerja sistem televisi
Cara kerja System Penerima Televisi



Berikut ini garis besar cara televisi bekerja (lihat gambar)
1. Antena berfungsi untuk menangkap belombang yang dipancarkan oleh stasiun televisi
2. Sinyal yang datang dialirkan menuju ke colokan antena yang ada pada televisi
3. Sinyal yang datang membawa gelombang suara dan gambar karena gelombang yang diterima antena tv lebih dari satu macam (contoh gelombang stasiun RCTI, ANTV, GLOBAL TV, SCTV, TRANS 7, dll). Sirkuit di dalam televisi memisahkan gelombang ini (berupa suara dan gambar) sesuai dengan saluran tv yang kamu pilih kemudian diproses lebih lanjut. Alat pemisah disebut Tunner
4. Sirkuit penembak elektron menggunakan sinyal gambar ini untuk diproses ulang dengan bantuan kamera tv
5. Bagian ini menembakan tiga elektron (merah, hijau dan biru) menuju tabung sinar katoda
6. Berkas elektron menerobos suatu cincin elektromagnet. Elektron dapat dikendarai oleh magnit sebab mereka mempunyai elektron negatif. Dan berkas elektron ini akan bergerak bolak-balik di layar televisi
7. Berkas cahaya ini akan diarahkan ke layar yang diberi bahan kimia berupa fosfor. Saat berkas elektron ini mengenai fosfor akan menampilkan titik-titik warna merah, hijau dan biru. Yang tidak kena tetap berwarna hitam. Kombinasi-kombinasi warna inilah yang menghasilkan gambar di televisi
8. Gelombang suara akan diproses pada bagian ini untuk menghilangkan berbagai gangguan
9. Sinyal suara yang sudah disaring dikeluarkan melalui alat yang disebut speaker
Daftar pustaka : https://www.scribd.com/doc/40532284/Bab-Vi-Sistem-Penerima-Televisi

tugas sofskill Sejarah Perkembangan Televisi



Sejarah Perkembangan Televisi

Dewasa kini televisi yang sering kita temui adalah televisi dengan kualitas gambar yang bagus dan berbagai pilihan dari masing-masing kecanggihan yang dibawa oleh setiap merknya. Dibalik semua itu tentu ada proses yang membawa televisi kini menjadi elektronik yang canggih. Dalam penemuannya, terdapat banyak pihak, penemu maupun inovator yang terlibat, baik perorangan maupun badan usaha. Televisi adalah karya massal yang dikembangkan dari tahun ke tahun. Awal dari televisi tentu tidak bisa dipisahkan dari penemuan dasar, hukum gelombang elektromagnetik yang ditemukan oleh Joseph Henry dan Michael Faraday (1831) yang merupakan awal dari era komunikasi elektronik.

1876 - George Carey menciptakan selenium camera yang digambarkan dapat membuat seseorang melihat gelombang listrik. Belakangan, Eugen Goldstein menyebut tembakan gelombang sinar dalam tabung hampa itu dinamakan sebagai sinar katoda.
1884 - Paul Nipkov, Ilmuwan Jerman, berhasil mengirim gambar elektronik menggunakan kepingan logam yang disebut teleskop elektrik dengan resolusi 18 garis.
1888 - Freidrich Reinitzeer, ahli botani Austria, menemukan cairan kristal (liquid crystals), yang kelak menjadi bahan baku pembuatan LCD. Namun LCD baru dikembangkan sebagai layar 60 tahun kemudian.
1897 - Tabung Sinar Katoda (CRT) pertama diciptakan ilmuwan Jerman, Karl Ferdinand Braun. Ia membuat CRT dengan layar berpendar bila terkena sinar. Inilah yang menjadi dassar televisi layar tabung.
1900 - Istilah Televisi pertama kali dikemukakan Constatin Perskyl dari Rusia pada acara International Congress of Electricity yang pertama dalam Pameran Teknologi Dunia di Paris.
1907 - Campbell Swinton dan Boris Rosing dalam percobaan terpisah menggunakan sinar katoda untuk mengirim gambar.
1927 - Philo T Farnsworth ilmuwan asal Utah, Amerika Serikat mengembangkan televisi modern pertama saat berusia 21 tahun. Gagasannya tentang image dissector tube menjadi dasar kerja televisi.
1929 - Vladimir Zworykin dari Rusia menyempurnakan tabung katoda yang dinamakan kinescope. Temuannya mengembangkan teknologi yang dimiliki CRT.
1940 - Peter Goldmark menciptakan televisi warna dengan resolusi mencapai 343 garis.
1958 - Sebuah karya tulis ilmiah pertama tentang LCD sebagai tampilan dikemukakan Dr. Glenn Brown.
1964 - Prototipe sel tunggal display Televisi Plasma pertamakali diciptakan Donald Bitzer dan Gene Slottow. Langkah ini dilanjutkan Larry Weber.
1967 - James Fergason menemukan teknik twisted nematic, layar LCD yang lebih praktis.
1968 - Layar LCD pertama kali diperkenalkan lembaga RCA yang dipimpin George Heilmeier.
1975 - Larry Weber dari Universitas Illionis mulai merancang layar plasma berwarna.
1979 - Para Ilmuwan dari perusahaan Kodak berhasil menciptakan tampilan jenis baru organic light emitting diode (OLED). Sejak itu, mereka terus mengembangkan jenis televisi OLED. Sementara itu, Walter Spear dan Peter Le Comber membuat display warna LCD dari bahan thin film transfer yang ringan.
1981 - Stasiun televisi Jepang, NHK, mendemonstrasikan teknologi HDTV dengan resolusi mencapai 1.125 garis.
1987 - Kodak mematenkan temuan OLED sebagai peralatan display pertama kali.
1995 - Setelah puluhan tahun melakukan penelitian, akhirnya proyek layar plasma Larry Weber selesai. Ia berhasil menciptakan layar plasma yang lebih stabil dan cemerlang. Larry Weber kemudian megadakan riset dengan investasi senilai 26 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Matsushita.
Dekade 2000 - Masing masing jenis teknologi layar semakin disempurnakan. Baik LCD, Plasma maupun CRT terus mengeluarkan produk terakhir yang lebih sempurna dari sebelumnya.

Sebelum membahasa mengenai perbedaan TV Analog dan Digital berikut pengertian dari keduanya :
Televisi digital (bahasa Inggris: Digital Television, DTV) atau penyiaran digital adalah jenis televisi yang menggunakan modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal video, audio dan data ke pesawat televisi. TV Digital bukan berarti pesawat televisinya yang digital, namun lebih kepada sinyal yang dikirimkan adalah sinyal digital atau mungkin yang lebih tepat adalah siaran digital (Digital Broadcasting). Televisi resolusi tinggi atau high-definition television (HDTV), yaitu: standar televisi digital internasional yang disiarkan dalam format 16:9 (TV biasa 4:3) dan surround-sound 5.1 Dolby Digital. TV digital memiliki resolusi yang jauh lebih tinggi dari standar lama. Penonton melihat gambar berkontur jelas, dengan warna-warna matang, dan depth-of-field yang lebih luas daripada biasanya. HDTV memiliki jumlah pixel hingga 5 kali standar analog PAL.

Televisi analog mengkodekan informasi gambar dengan memvariasikan voltase dan/atau frekuensi dari sinyal. Seluruh sistem sebelum Televisi digital dapat dimasukan ke analog. Sistem yang dipergunakan dalam televisi analog NTSC (national Television System Committee), PAL, dan SECAM.
Kelebihan signal digital dibanding analog adalah ketahanannya terhadap gangguan (noise) dan kemudahannya untuk diperbaiki (recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction code ).


Perbedaan TV analog dengan TV digital.

Kualitas gambar dan suara
Siaran televisi digital terestrial menyajikan gambar dan suara yang jauh lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang mampu mengatasi efek lintas jamak (multipath). Pada sistem analog, efek lintasan jamak menimbulkan echo atau gaung yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan).
Penyiaran televisi digital menawarkan kualitas gambar yang sama dengan kualitas DVD, bahkan stasiun-stasiun televisi dapat memancarkan programnya dalam format 16:9 (layar lebar) dengan standar Standard Definition (SD) maupun High Definition (HD). Kualitas suara pun mampu mencapai kualitas CD Stereo, bahkan stasiun televisi dapat memancarkan suara dengan Surround Sound (Dolby DigitalTM).

Tahan perubahan lingkungan
Siaran televisi digital terestrial memiliki ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile TV), misalnya di kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog saat ini.

Tahan terhadap efek interferensi
Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan (recovery) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman atau transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian penerima dengan suatu kode koreksi error (error correction code) tertentu.

Efisiensi spektrum/kanal
Teknologi siaran televisi digital lebih efisien dalam pemanfaatan spektrum dibanding siaran televisi analog. Secara teknis, pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk siaran televisi analog dapat digunakan untuk penyiaran televisi digital sehingga tidak perlu ada perubahan pita alokasi baik VHF maupun UHF. Sedangkan lebar pita frekuensi yang digunakan untuk analog dan digital berbanding 1 : 6, artinya bila pada teknologi analog memerlukan pita selebar 8 MHz untuk satu kanal transmisi, maka pada teknologi digital untuk lebar pita frekuensi yang sama dengan teknik multiplex dapat digunakan untuk memancarkan sebanyak 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program yang berbeda tentunya.

Dalam bahasa yang sederhana, ini berarti dalam satu frekuensi dapat digunakan untuk enam siaran yang berbeda. Ini jauh lebih efisien dibanding dengan siaran analog dimana satu frekuensi hanya untuk satu siaran saja. Dengan keunggulan ini, keterbatasan jumlah kanal dalam spektrum frekuensi siaran yang menjadi penghambat perkembangan industri pertelevisian di era analog dapat diatasi dan memungkinkan munculnya stasiun-stasiun televisi baru yang lebih banyak dengan program yang lebih bervariasi.

Daftar pustaka : http://e-journal.uajy.ac.id/2933/3/2TA11242.pdf

TUGAS SOFT SKILL ESTETIKA FILM DIGITAL


ESTETIKA FILM DIGITAL

Estetika adalah hal yang mempelajari kualitas keindahan dari obyek, maupun daya impuls dan pengalaman estetik pencipta dan pengamatannya.

Estetika dalam kontek penciptaan menurut John Hosper merupakan bagian dari filsafat yang berkaitan dengan proses penciptaan karya yang indah

Estetika secara etimologis berasal dari bahasa Yunani aisthetikos, yang berarti ‘mengamati dengan indera’ (aisthonomai). Kata estetika juga terkait dengan kata aesthetis, yang artinya ‘pencerapan’ (perception). Alexander Baumgarten (1714-1762), seorang filsuf Jerman adalah yang pertama memperkenalkan kata “aisthetika”, sebagai penerus pendapat Cottfried Leibniz (1646-1716).
Baumgarten memilih estetika karena ia mengharapkan untuk memberikan tekanan kepada pengalaman seni sebagai suatu sarana untuk mengetahui (the perfection of sentient knowledge) (Dharsono, 2007:3). Estetika sebagai cabang ilmu filsafat, dalam perkembangannya menjadi sebuah disiplin yang mandiri. Permasalahan keindahan menjadi suatu pokok pembahasan bidang estetika seperti pendapat The Liang Gie yang dikutip Nyoman Kutha, objek sasaran estetika meliputi; 1. keindahan secara umum, 2, perbedaan antara keindahan alam dan keindahan seni, 3. keindahan khusus yang ada dalam karya seni, 4. cita rasa, dan 5. pengalaman estetis (Kutha,2007:32). Dengan demikian estetika merupakan satu disiplin ilmu yang komprehensip untuk diimplementasikan berdasarkan substansi permasalahannya, khususnya yang berkenaan pada sudut pandang kesenian atau keindahan.
Daftar pustaka: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/lain-lain/estu-miyarso-mpd/multimedia%20interaktif%202009.pdf