Media Baru dan
Peluang Counter-Hegemony
atas Dominasi Logika Industri Musik
I. Pendahuluan
A. Latar
belakang
Hampir dipastikan semua orang di
dunia dan kelompok-kelompok masyarakat memiliki bentuk kebudayaan berupa musik.
Musik telah memasuki kehidupan sehari hari manusia Sebagai bentuk kebudayaan
yang berkembang dan tumbuh di dalam setiap kelompok masyarakat, yang akhirnya
menjadikan musik sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.
B. Perumusan
masalah
kebutuhan akan hiburan dalam
bentuk musik sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap orang. Oleh
karena itu industri mulai mencoba mengamankan investasi yang telah diberikan
dalam mengembangkan industri musik dengan perlindungan hukum Hak Kekayaan
Intelektual (HAKI). Upaya pencegahan pembajakan terus dilakukan terutama oleh
negara-negara yang memiliki kepentingan dan memiliki industri berbasis hak
cipta yang sangat tinggi sebagai andalan pendapatan maupun ekspor negara.
C. Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
relasi antara peluang counter-hegemony dengan dominasi logika industri musik.
Perspektif ekonomi politik dan budaya industri digunakan dalam melakukan
penelitian ini. Sebagai penelitian kualitatif kritis, digunakan metode studi
kasus dengan cara observasi dan studi dokumentasi. Temuan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa Netlabel dapat dikategorikan sebagai counter-hegemony yang
berhubungan dengan dominasi logika industri musik. Sebagai counter-hegemony,
Netlabel didukung oleh pengaruh fenomena pertumbuhan internet dan media baru.
II.
Landasan Teori
Dengan logika industri, seperti
yang diungkap oleh Adorno (dalam Storey, 1994), mereka yang akan masuk ke dalam
dunia hiburan yakni musik, diprediksi akan dan harus mengikuti logika yang
ditawarkan oleh industri tersebut. Proses-proses produksi, distribusi hingga
konsumsi musik konvensional yang selama ini secara makro dalam perspektif
ekonomi politik mengarahkan pada pendulangan keuntungan yang berlebih untuk
industri, dan jika dilihat dari perspektif Adorno pada akhirnya memang hanya
menguntungkan pihak-pihak yang bermain dengan prinsip kapitalisnya.
Penelitian Smiers dan Schijndel
(2012:13) menunjukkan ada banyak alasan untuk mengatakan bahwa sebenarnya
hubungan antara penghasilan dan hak cipta sangat tidak relevan bagi sebagian
besar seniman. Penelitiannya juga menunjukkan bahwa dari seluruh pendapatan
yang berasal dari hak cipta dan hak-hak sejenisnya, 10% diterima oleh 90% dari
keseluruhan jumlah seniman dan 90% sisanya diperoleh oleh 10% seniman.
Ketertundukan dan kepatuhan terhadap selera dalam proses penciptaan
dan konsumsi musik inilah yang akhirnya menjadikan seolah-olah sistem ini adalah
sistem yang sudah benar dan telah menjadi konsensus bersama. Praktik inilah yang
disebut telah terjadi hegemoni dalam industri musik.
Hegemoni
Hegemoni
sendiri merupakan sebuah keniscayaan ketika industri budaya telah begitu kuat,
akhirnya menghasilkan produk-produk yang dianggap memiliki standar ‘baik’ oleh
konsumen. Dengan standarisasi yang dibentuk oleh industri budaya, hasil-hasil
dari industri budaya dapat dikatakan menghegemoni masyarakat karena masyarakat
sudah mengakui dan tunduk terhadap selera pasar yang sudah dibentuk oleh industri
Counter-Hegemony
Gramsci
percaya masih ada jalan dengan melakukan counter-hegemony terhadap budaya yang
ditanamkan oleh kapitalis. Menciptakan hegemoni baru, berlawanan dengan apa
yang dilakukan kaum kapitalis hanya dapat diraih dengan mengubah kesadaran,
pola berpikir dan pemahaman masyarakat, ‘konsepsi mereka tentang dunia’, serta
norma perilaku moral mereka. Hal ini dapat dipahami, karena dalam pemikiran Gramsci
hegemoni bukanlah sesuatu yang stabil dan membutuhkan perjuangan secara terus
menerus untuk memper tahankannya, sehingga peluang untuk menumbangkan kekuatan
hegemoni tetap dapat dimungkinkan
Hak Atas
Kekayaan Intelektual Sebagai Legitimasi Industri Budaya
Hak
Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) pada pengertian awalnya mencakup dua konsep
besar yaitu konsep hak cipta (copyright) dan hak paten (patent) yang diatur
secara terpisah, tetapi keduanya merupakan bagian dari HAKI bersama dengan
beberapa peraturan lain, misalnya rahasia dagang, desain industri, desain tata letak
sirkuit terpadu, indikasi geografi s, dan merek (Haryanto, 2002:7) sebagaimana
dapat digambarkan dalam gambar 1 berikut ini.
Hak cipta sebagai bagian dari Hak Atas Kekayaan Intelektual
selama ini dianggap oleh beberapa kritikus merupakan bentuk represi yang akhirnya
menghegemoni baik bagi pencipta maupun konsumen suatu produk. Hak cipta
bagaimanapun menjadi pegangan legitimasi hukum bagi industri yang akan
melanggengkan industri dengan dalih memberikan hak yang pantas bagi pencipta.
Seperti yang diungkapkan oleh Smiers dan Schijndel (2012:2) bahwa terdapat
beberapa aspek yang menjadi prinsip dasar bagi hak cipta itu sendiri.
III.
Hasil penelitian
Ada beberapa permasalahan yang menjadi penyebab kematian
industri kreatif ini. Di antaranya adalah era musik digital sebagai anak dari
kemajuan teknologi informasi dan masalah pembajakan.
Berkembangnya internet mempengaruhi pola konsumsi musik di
seluruh belahan dunia. Musik kini dapat dengan mudah diunduh dan juga dibagikan
seturut perkembangan pemrograman dan juga kecepatan transfer data dari
internet. Ditemukannya Napster cukup memicu situs-situs berbagi lainnya, di
mana file musik yang sudah masuk pada bentuk digital (umumnya berformat MP3)
dapat dengan mudah dibagikan. Begitu pula dengan berkembangnya berbagai situs penyedia
online storage atau situs untuk mengunggah dan mengunduh fi le yang menjamur di
internet menjadikan transaksi file semakin mudah. Dari sini dapat terlihat bahwa
peluang untuk meluruhnya hegemoni sistem dan selera musik oleh industri yang
dikuasai perusahaan-perusahaan rekaman besar semakin terbuka.
IV.
KESIMPULAN
Perkembangan teknologi internet yang pada dasarnya bersifat
sosial karena sifatnya yang berjejaring membuat peluang untuk proses kreasi dan
distribusi suatu karya musik menjadi lebih mudah. Biaya yang semakin murah,
kecepatan akses yang semakin tinggi dan perangkat lunak yang mudah didapatkan
melalui medium internet menjadikan musisi semakin mudah untuk berkreasi dan
mengenalkan karya mereka ke khalayak.
Netlabel merupakan salah satu bentuk sistem pendistribusian
yang merupakan implikasi dari perkembangan teknologi media baru (internet)
dengan basis prinsip untuk berbagi. Akhirnya, hegemoni industri musik yang
selama ini mengatasnamakan kreativitas seniman yang sebenarnya menjadikan
kreativitas sebagai komoditas jualan dapat terguncang dengan adanya bentuk-bentuk
alternatif sistem yang lain.
DAFTAR
PUSTAKA
Adorno, Theodor W. 1991. The Culture Industry: Selected Essays on Mass Culture. London:
Routledge. Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. 2000. Handbook
of Qualitative Research, Second Edition.
London: Sage Publications. Dominick, Joseph R. 2009. The Dynamics of Mass
Communication, 10th ed. New York: McGrawHill.
Goldstein, Paul. 1997. Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Haryanto, Ignatius. 2002. Penghisapan Rezim HAKI: Tinjauan Ekonomi Politik Terhadap
Hak Atas Kekayaan Intelektual. Yogyakarta: debt-Watch Indonesia dan Kreasi Wacana.
Indonesian Netaudio User Manual, 2012. Katalog Indonesian Netaudio Festival 1.
International Intellectual Property Alliance (IIPA). 2011. Copyright Industries in the U.S.
Economy: The 2011 Report , November. Lessig, Lawrence. 2011. Budaya Bebas: Bagaimana
Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum Alexander Beny Pramudyanto. Media Baru dan ...
Yogyakarta: KUNCI Cultural
Studies Center. McQuail, Denis. 2002. McQuail’s Reader in
mass Communcation Theory. London: Sage Publications.
Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal.
London: Sage Publications.
Neuman, W. Lawrence. 2007. The Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative
Approach, 2nd Edition. Allyn & Bacon, Inc.
Parks, L dan Kumar, S. 2003. Planet TV, A Global Television Reader. New York: New York University Press.
Patton, M.Q. 2002. Qualitative Research & Ecaluation Methods, Third Edition. London:
Sage Publications. Pawito, Ph.D. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika:Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.Yogyakarta: Jalasutra.
Simon, Roger. 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist dan Pustaka
Pelajar. Smiers, Joost., Marieke can Schijndel. 2012. Dunia Tanpa Hak Cipta. Yogakarta: InsistPress.
Strinati, Dominic. 1995. An Introduction toTheories of Popular Culture, 2nd Ed. London:
Routledge.Vivian, John.2008.The Media of Mass Communication
– 8th Ed. USA: Allyn and Bacon.
Adorno, Theodor W. 1991. The Culture Industry: Selected Essays on Mass Culture. London:
Routledge. Denzin, N.K. dan Lincoln, Y.S. 2000. Handbook
of Qualitative Research, Second Edition.
London: Sage Publications. Dominick, Joseph R. 2009. The Dynamics of Mass
Communication, 10th ed. New York: McGrawHill.
Goldstein, Paul. 1997. Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok. Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Haryanto, Ignatius. 2002. Penghisapan Rezim HAKI: Tinjauan Ekonomi Politik Terhadap
Hak Atas Kekayaan Intelektual. Yogyakarta: debt-Watch Indonesia dan Kreasi Wacana.
Indonesian Netaudio User Manual, 2012. Katalog Indonesian Netaudio Festival 1.
International Intellectual Property Alliance (IIPA). 2011. Copyright Industries in the U.S.
Economy: The 2011 Report , November. Lessig, Lawrence. 2011. Budaya Bebas: Bagaimana
Media Besar Memakai Teknologi dan Hukum Alexander Beny Pramudyanto. Media Baru dan ...
Yogyakarta: KUNCI Cultural
Studies Center. McQuail, Denis. 2002. McQuail’s Reader in
mass Communcation Theory. London: Sage Publications.
Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communication: Rethinking and Renewal.
London: Sage Publications.
Neuman, W. Lawrence. 2007. The Basics of Social Research: Qualitative and Quantitative
Approach, 2nd Edition. Allyn & Bacon, Inc.
Parks, L dan Kumar, S. 2003. Planet TV, A Global Television Reader. New York: New York University Press.
Patton, M.Q. 2002. Qualitative Research & Ecaluation Methods, Third Edition. London:
Sage Publications. Pawito, Ph.D. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LkiS.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersemiotika:Tafsir Cultural Studies atas Matinya Makna.Yogyakarta: Jalasutra.
Simon, Roger. 1999. Gagasan-Gagasan Politik Gramsci. Yogyakarta: Insist dan Pustaka
Pelajar. Smiers, Joost., Marieke can Schijndel. 2012. Dunia Tanpa Hak Cipta. Yogakarta: InsistPress.
Strinati, Dominic. 1995. An Introduction toTheories of Popular Culture, 2nd Ed. London:
Routledge.Vivian, John.2008.The Media of Mass Communication
– 8th Ed. USA: Allyn and Bacon.